SEJARAH SMA NEGERI 1 MALANG

Seperti kita ketahui, bahwa sejarah adalah rangkaian peristiwa masa lalu hingga sekarang.Setiap peristiwa tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan, sehingga suatu keadaan pasti ada hubungan dengan peristiwa sebelumnya dan mengakibatkan keadaan berikutnya.

Oleh karena itu untuk menguraikan sejarah SMA Negeri 1 Malang akan kita singgung sedikit sekolah-sekolah sebelumnya, untuk sekedar mengetahui adanya kesinambungan disamping menambah wawasan kita.

Dalam uraian di bawah ini kita sebutkan juga nama-nama sekolah lain yang ada hubungannya dengan SMA Negeri 1 Malang, baik langsung maupun tidak langsung, hal itu kita diaksudkan untuk mempererat rersatuan diantara SMA Negeri yang di Malang ini, juga kita berharap akan bisa menjadi media menuju ke kemajuan bersama

Sejak zaman penjajahan Belanda, Malang sudah merupakan satu kota di Indonesia yang memiliki Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sekolah yang diperuntukkan bagi bangsa Indonesia disebut dengan istilah Algemeene Middelbare School (AMS), sedangkan sekolah bagi orang- orang Belanda dan Eropa lainnya disebut Hogere Burger School (HBS). Namun kedua Sekolah Lanjutan itu tamat riwayatnya bersamaan dengan takluknya Pemerintahan Belanda kepada Tentara Jepang pada tahun 1942.

Setelah tentara Jepang Menguasai Indonesia, kota Malang tidak segera memilki sekolah lanjutan. Baru pada tahun 1944, Kepala Pemerintahan Umum Tentara Pendudukan Jepang minta kepada Mr. Raspio, pegawai Pemerintah Bagian pendiri koprasi di daerah-daerah, berhasil menghimpun sekitar 90 orang anak laki-laki dan perempuan diterima sebagai murid untuk dijadikan dua kelas maka berdirilah sebuah SMT yang menempati gedung di jalan Celaket 55 Malang yang sekarang menjadi SMAK Cor Jesu, Jalan Jaksa Agung Suprapto 55 sekarang. Sebagian besar tenaga pengajarnya adalah tenaga guru tidak tetap. Guru Tetap hanyalah 3 (tiga) orang, yakni Bapak Sardjo Atmodjo, Bapak Goenadi, dan Bapak Abdoel Aziz. Di samping itu ada mahasiswa ITB yang mengajar di sekolah itu juga.

Setelah Mr. Raspio diangkat sebagai Kepala Kemakmuran Malang, maka pimpinan sekolah diserahkan kepada Bapak Soenarjo. Ketika jepang takluk kepada sekutu, murid-murid SMT tersebut ikut pula melucuti Tentara Jepang dan merebut kekuasaannya. Pada tanggal 10 November 1945, Surabaya dibom oleh Inggris. Pecahlah revolusi, banyak murid SMT Surabaya yang menyingkir ke Malang, sehingga kelas menjadi besar. Dalam tahun 1946 SMT tersebut pindah ke gedung di Jalan Alun-Alun BundarTugu Utara Nomor 1 Malang.

Pada hari Senin, 21 Juli 1957, Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama. Republik Indonesia diserangnya. Sepuluh hari kemudian pada hari Kamis, 31 Juli 1947, Belanda berhasil merebut kota Malang. Namun mereka mendapatkan sebagian kota Malang yang telah hancur, sebab dua hari sebelumnya banyak gedung yang dibumihanguskan, tidak luput juga gedung SMT di Alun-alun Bundar ini. Bangku-bangku disiram dengan bensin dan dibakar habis. Dan sejak itu pula, Sekolah Menengah Tinggi produk jepang habis riwayatnya tanpa bekas. Sementara belanda menduduki Malang, mereka mendirikan VHO (Voorberindend Hoger Ondewijs = Persiapan Pendidikan yang lebih Tinggi).

Sekolah tersebut dikemudian hari setelah Malang dikuasai pihak Republik, dinasionalisasikan menjadi SMA B, dibawah pimpinan Bapak Poerwadi, dan pada akhirnya menjadi SMA Negeri 1 Malang yang sekarang ini.

Ketika masa pendudukan tersebut, dipihak Republik tidak ada sekolah, kantor P & K berkedudukan di Sumber Pucung Kabupaten Malang. Maka tampillah seorang tokoh pendidikan Sardjo Atmodjo, menghimpun anak-anak yang tidak menentu studinya itu untuk mendirikan sekolah. Hanya dengan tujuh orang murid, maka sekolahpun berjalan. Namun sekolah tersebut tidak  mempunyai gedung sehingga proses belajar mengajar berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Bapak Sardjo Atmodjo di rumah beliau di Jalan Kasin. Kalau yang mengajar Bapak Emen Abdoellah Rachman, maka murid-murid datang kerumah beliau di Jalan Tongan, atau kadang-kadang mereka harus datang di SD Muhammadiyah di Jalan Kawi, kalau yang mengajar Bapak Haridjaja atau Bapak Soeroto. Honorarium bagi guru hanya Rp. 20,- (dua puluh Rupiah) ORl (Oeang Rakyat Indonesia), sebab uang sekolahpun tidak menentu, semampu murid membayarnya. Pembayaran uang sekolah juga tanpa kwitansi, karena tidak ada Tata Usaha. Untuk meringankan beban hidup para guru, dokter Soerodjo acap kali memberi bantuan berupa makanan dalam kaleng.

Walau demikian menderitanya, namun para guru tidak gelisah dalam mengajar, berkat rasa pengabdian mereka kepada perjuangan bangsa. Dalam masa perkembangannya, SMT itu pernah menempati gedung di Jalan Kasin – SMA Erlangga (sekarang menjadi pertokoan) dan mempunyai kelas jauh di SD Ngalik, Sukun Pemerintah Belanda membuat peraturan, sekolah yang tidak berlindung berlindung pada suatu yayasan dianggap sekolah liar dan harus bubar. Pimpinan sekolah tidak kehabisan akal, maka memakailah nama SMT BOPKRI (Badan Oesaha Pendidikan Kristen Indonesia), suatu yayasan yang ada pada zaman Belanda sudah ada. Jadi mempunyai ” Hak Sejarah” (Histonsrecht). Artinya hanya sekolah-sekolah pada zaman Belanda dahulu sudah mendapatkan ijin saja yang boleh terus buka. Ijin memakai BOPKRI diberikan oleh Dominee Harahap, namun SMT ini tidak lama memakai nama BOPKRi karena Dominee Harahap sendiri diusir oleh Belanda ke Sumber Pucung, daerah Republik Akhirnya SMT ini berpindah nama menjadi SMT PGI (persatoean Goeroe Indonesia), perubahan dari Persatoean Goeroe Hindia Belanda pada tahun 1932).

Demikian siasat pimpinan sekolah, dengan cara apapun ditempuh demi kelangsungan SMT yang merupakan salah satu alat perjuangan Bangsa. Sementara itu SMPT yang tumbuh bersamaan waktu dengan SMT PGl mendapatkan tempat yang tetap di Jalan Kelud. Rumah kembarberlantai dua milik Dr. Poedyo Soemanto dipinjamkan kepada dua sekolah tersebut. Dengan maksud agar selalu dapat mengawasi kedua sekolah itu, Belanda menjanjikan memberi subsidi, kalau tidak mau menerimanya, sekolah harus ditutup. Ini suatu fitnah yang licik. Maka atas pertimbangan dan saran dari “Tokoh Dalam Kota” (beberapa tokoh republik yang bergerilya dalam kota), hanya SMP-nya saja yang boleh menerima subsidi itu, sedangkan SMT-nya tidak. Konsekuensi dari keputusan itu maka SMT PGl harus ditutup dan bubar. Ini hanya siasat dari pimpinan. Sebab sebenarnya SMT PGl tetap ada walaupun sebagai SMT bayangan. Memang dimata Belanda SMT PGl sudah ditutup, namun dalam kenyataannya ada. Subsidi yang didapatkan dari Belanda dipergunakan oleh SMP dan SMT PGl bersama-sama. Tidak lama kemudian sekolah itu berpindah ke Kidul Pasar, di gedung SMP Negeri 2 Malang sekarang ini. Disana sekolah berjalan sampai pengakuan kedaulatan terjadi, Serta merta berkibarlah Sang Merah Putih di halaman Sekolah. Itulah Merah Putih pertama kali yang berkibar di Malang, sejak kota ini diduduki oleh Belanda pada tahun 1947. Ternyata Jiwa Republik tidak kunjung padam. Manakala ada kesempatan, maka menggeloralah dalam dahsyatnya jiwa merdeka bangsa.

Dalam perkembangan selanjutnya, SMT PCI berpindah tempat lagi di Jalan Ajuno, di gedung SA/IP Negeri 8 sekarang. Sedangkan SMP PCI tetap di Kidul Pasar tidak lama kemudian SMT PGI menempati gedung di Jalan Alun-alun Bundar tugu Utara Nomor 1 dan setelah mengalami jatuh bangunnya perjuangan mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka pada hari Senin Kliwon tanggal 17 April 1950 SMT PGI diresmikan menjadi SMA Negeri oleh Pemerintah Republik Indonesia. Adapun yang menjadi kepala seolah yang pertama adalah Bapak G.B Pasariboe. Walaupun yang memimpin sekolah bukan Bapak Sardjoe Atmodjo, namun beliau kita anggap sebagai perintis SMA Negeri 1 Malang, karena sesudah SMT produk Jepang tamat riwayatnya, ketika Belanda merebut kota Malang pada tanggal 31 Juli 1947 dahulu, beliaulah yang menghimpun murid mengawali berdirinya suatu sekolah, walaupun hanya bermodalkan tujuh orang saja.

Kini bapak Sardjoe Atmodjo telah tiada, jasadnya telah hilang disapu masa. Namun karya jerih payahnya telah diwariskan
kepada kita untuk dilestarikan dan ditumbuhkembangkan menuju prestasi yang gemilang. Kecuali Bapak Sardjoe Atmodjo masih ada nama laim yang perlu kita catat dan ingat sebagai kenangan terhadap jasa-jasa beliau karena ikut mendukung tumbuh dan berkembangnya sekolah kita, beliau adalah:

  1. Soerodjo
  2. Poedyo Soemanto
  3. Hadi
  4. Tahir
  5. Haji Djarhoem
  6. Raspio
  7. Njono Prawoto
  8. Haridjaja
  9. Soeroto
  10. Emen Abdoellah Rachman
  11. Dominee Harahap

Pada tgahun 1950, gedung SMA Negeri di Jalan Alun-alun Bundar No. 1, oleh tiga sekolah, yakni:

  1. SMA Negeri pimpinan Bapak G.B Pasariboe, yang pada waktu itu dikenal orang dengan istilah “SMA Republik”
  2. SMA Negeri pimpinan Bapak Poerwandi
  3. SMA Peralihan pimpinan Bapak Desman, Murid SMA Peralihan terdiri dari pejuang yang tergabung dalam TRIP dan Kesatuan Tentara Pelajar yang lain.

Pada hari Jum’at tanggal 8 Agustus 1952, murid-murid jurusan B (llmu Pasti) dari SIMA Repubiik dipindahkan dan dijadikan sekolah baru dengan pimpinan Bapak G.B Pasariboe. Sehingga nama SMA yang ada di Alun-alun Bundar Menjadi:

  1. SMA Negeri I-A/C, pimpinan Bapak G.B Pasariboe
  2. SMA Negeri II-B, pimpinan Bapak Poerwadi
  3. SMA Negeri III-B, pimpinan Bapak Oesman

SMA Peralihan harus ditutup pada tahun 1954 karena murid pemuda pejuang telah tiada, lulus semua. Pada hari Selasa. Tanggal 16 September 1958, SMA Negeri I-A/C dipecah menjadi dua, maka lahirlah SMA IV-A/C, dengan pimpinan Bapak Goenadi. Lokasi di Jalan Kota Lama 34 Malang, SMA Negeri 2 sekarang.

Pada hari Jum’at tanggal 1 April I977 filial SMA Negeri Kepanjen diresmikan sebagai: :SMA Negeri Kepanjen dengan .Kepala Sekolah Bapak Drs. M. Moenawar.

SMA Negeri III membina sekolah baru dan akhirnya sekolah tersebut menjadi SMA Negeri V Malang, dengan Kepala Sekolah yang pertama Bapak Moch. Imam. Tahun 1975 SMA Negeri III juga membuka filial di Lawang yang akhirnya menjadi SMA Negeri Lawang. SMA Negeri IV membina SMA Batu, pada tahun 1978 diresmikan sebagai SMA Negeri dengan Kepala Sekolah yang pertama Drs. Moch, Chotib.

Adapun Kepala sekolah yang pernah memimpin SMA Negeri 1 Malang, sebagai berikut:

  1. Sardoe Atmodjo, perintis SMA Negeri 1,1947-1950
  2. G.B Pasariboe, Kepala Sekolah ke-1,1950-1952
  3. A. Dzaman Hasibuan, Kepala sekolah ke-2, 1953-1965
  4. Sikin, Kepala sekolah ke-3, 1965-1971
  5. Drs. Abdul Kadir, Kepala sekolah ke-4, 1971-1981
  6. Soewardjo, PLH Kepala sekolah, 1981-1984
  7. Abdul Rachman, Kepala sekolah ke-5, 1981-1986
  8. Drs. H.Moch. Chotib, Kepala sekolah ke-6, 1986-1991
  9. Abdul Syukur, BA, PLH, Kepala sekolah, 1991
  10. Soenardjadi, BA, Kepala sekolah ke-7, 1991-1993
  11. Munadjad, Kepala sekolah ke-8, 1993-1998
  12. Drs. H. Sagi Siswanto, Kepala sekolah ke-9, 1998-2004
  13. Moch. Nor salim, M.Pd, PLH, Kepala sekolah 2004
  14. Drs. H. Tri Suharno, Kepala sekolah ke-10, 2004-2005
  15. Drs. H. Moh. Sulthon, M.Pd, Kepala sekolah ke-11, 2005-2011
  16. Bpk, Drs. Budi Harsono, Kepala sekolah ke-12, 2011-2012
  17. Drs. Supriyono, M.Si., Kepala sekolah ke-13, 2012-2014
  18. H. Musoddaqul Umam, S.Pd, M.Si., Kepala Sekolah Ke 14, 2014-2019
  19. Drs. Heru Wahyudi, M.Pd., Kepala Sekolah Ke 15, 2019 sampai sekarang.

Demikian paparan sejarah singkat berdirinya SMA Negeri iMalang, yang juga mengungkapkan kelahiran sekolah lain yang berhubungan, sehingga kita tahu bahwa SMA-SMA Negeri di Malang ini kebanyakan adalah saudara pada mulanya, sehingga wajar jika langkah-langkah selanjutnya akan diisi dengan hal-hal yang mengarah kepada adanya kerjasama guna memupuk rasa persatuan menuju terciptanya kemajuan bersama.

SALAM MITREKA SATATA

https://extremelivegamingroulettecasinos.com